Belum lama ini beredar sebuah buku tentang “cinta terakhir” Bung Karno, yang tertambat pada seorang wanita muda belia bernama Heldy. Tidak sedikit kemudian yang mengonfirmasi informasi yang ada alam buku itu. Saya jujur menjawab, “Tidak tahu”. Atau jawaban senada lainnya, seperti… “Hanya Bung Karno dan Tuhan yang tahu”.
Bicara Bung Karno dan cinta, yang spontan terlintas di benak adalah sebuah julukan baginya, “Bung Karno, manusia bergelimang cinta”. Dari anak-anak, ia sudah berenang di samudera cinta sang ibu, Ida Ayu Nyoman Rai Srimben. Kakeknya, Raden Hardjodikromo tak kalah dalam mencurahkan kasih sayang. Ia bahkan sempat menikmati momong Sukarno kecil di Tulungagung.
Sebagai bocah usia sekolah, teman-temannya pun begitu mencintainya. Bukan saja karena Bung Karno begitu murah hati, tetapi ia juga seorang sahabat sejati bagi kawan-kawannya yang dirundung masalah. Memasuki HBS di Surabaya, adalah masa terindah dalam hidupnya. Di Kota Pahlawan itulah cinta pertama bersemi, cinta buta buat Mien Heissels, seorang noni Belanda. Berturut-turut ia memacari tiga noni Belanda yang lainnya.
Saat bersamaan, ia mulai beranjak nalar dan menenggelamkan diri dalam dunia pergerakan bersama HOS Cokroaminoto. Jalan hidup Bung Karno selanjutnya, adalah karpet cinta. Cinta yang meluap-luap dari segenap rakyat Indonesia yang rindu kebebasan. Rakyat mengelu-elukannya dengan penuh cinta dan harap.
Pasca klimaks perjuangan meraih kemerdekaan… kehidupan pribadinya pun begitu berpelangi cinta. Dari Utari ke Inggit. Dari Inggit ke Fatmawati. Dari Fatma ke Hartini. Dari Hartini ke Ratna Sari Dewi. Dari Ratna ke Hariyatie. Dari Hariyatie ke Yurike. Dari Yurike ke Heldy. Benarkah cinta Bung Karno berakhir di Heldy? Sekali lagi, jawabnya hanya Tuhan dan Bung Karno saja yang tahu.
Sekira sebelum lebaran, seorang kawan yang merupakan sahabat kakak saya, menginformasikan sebuah “cinta terpendam” antara Bung Karno dengan seseorang yang saat ini masih hidup, dan tinggal di bilangan Banyumas, Jawa Tengah. Bukan hanya itu… dalam suatu perjalanan ke Surabaya beberapa tahun lalu, seorang sahabat bahkan mengajak saya menjumpai keluarga dari salah satu “cinta” Sukarno yang terkubur dalam.
Cinta itu, konon bersemi sekilat halilintas, dalam fase jeda sejenak di Surabaya, menanti kedatangan kapal yang akan membawanya ke tempat pembuangan di Ende. Ahhh…. Bicara cinta Bung Karno, bikin pusing. Karenanya, cukuplah saya patrikan julukan baginya, “manusia bergelimang cinta”…. Cinta orang tua dan kerabat, cinta sahabat, cinta rakyat, dan… cinta sejuta wanita….
++ Jangan hanya dilihat , tetapi di "BACA" . Jangan Asal cepat ++
Monday, May 21, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment